TANHANANEWS.COM, Jakarta — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan Izin Penggunaan Darurat/Emergency Use Authorization (EUA) untuk produk vaksin COVID-19 baru dengan nama dagang Zifivax, pada Kamis (7/10/2021).
Zifivax merupakan vaksin yang dikembangkan dan diproduksi oleh Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical dengan platform rekombinan protein sub-unit dan digunakan untuk indikasi pencegahan COVID-19 yang disebabkan oleh Virus SARS-CoV-2 pada orang berusia 18 tahun ke atas.
Vaksin ini diberikan sebanyak 3 kali suntikan secara intramuskular (IM) dengan interval pemberian 1 bulan dari penyuntikan pertama ke penyuntikan berikutnya. Dosis vaksin yang diberikan pada setiap kali suntikan adalah 25 mcg (0,5 mL). Sebagaimana vaksin pada umumnya, vaksin ini juga memerlukan kondisi khusus untuk penyimpanannya, yaitu pada suhu 2-8oC.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menjelaskan bahwa persetujuan EUA tersebut diberikan setelah dilakukan serangkaian uji pre-klinik dan uji klinik untuk menilai keamanan, imunogenisitas, dan efikasi/khasiat dari Vaksin Zifivax.
EUA ini juga diterbitkan setelah melalui pengkajian secara intensif oleh Badan POM bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan ITAGI terkait dengan keamanan, efikasi, dan mutu vaksin.
“Dengan diterbitkannya EUA untuk Vaksin Zifivax ini, maka hingga saat ini Badan POM telah memberikan persetujuan untuk 10 jenis vaksin COVID-19. Karena itu, kami kembali menyampaikan apresiasi kepada Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19 dan ITAGI atas kerja samanya yang memungkinkan vaksin ini segera rilis ke masyarakat,” terang Kepala Badan POM dalam keterangan persnya, Kamis.
Sebelumnya, Vaksin Zifivax telah melalui tahap uji klinik fase 3 pada sekitar 28.500 subjek uji. Indonesia adalah salah satu senter pelaksanaan uji klinik tahap 3 tersebut, selain Uzbekistan, Pakistan, Equador, dan China. Jumlah subjek uji dari Indonesia yang berpartisipasi dalam studi klinik vaksin ini sekitar 4.000 subjek uji.
Dari hasil uji klinik yang dilakukan, pemberian Vaksin Zifivax secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping lokal yang paling sering terjadi adalah timbul nyeri pada tempat suntikan, sementara efek sistemik yang paling sering terjadi adalah sakit kepala, kelelahan, demam, nyeri otot (myalgia), batuk, mual (nausea), dan diare dengan tingkat keparahan grade 1 dan 2.
Hasil studi klinik fase 1 dan 2 pada populasi dewasa usia 18–59 tahun menunjukkan respons imunogenisitas pada 14 hari setelah vaksinasi lengkap. Respons tertinggi ditunjukkan pada pemberian Zifivax dosis rendah dengan 3 kali vaksinasi berdasarkan pengukuran antibodi netralisasi dengan seroconversion rate dan Geometric Mean Titer (GMT) adalah 83,22% dan 102,5, serta pengukuran Receptor-Binding Domain (RBD) binding protein antibody dengan seroconversion rate dan GMT adalah 99,31% dan 1782,26.
Sementara untuk hasil pengkajian efikasi, data interim uji klinik fase 3 menunjukkan efikasi yang baik dari vaksin Zifivax, termasuk terhadap Virus SARS CoV-2 varian Alfa (92,93%), Gamma (100%), Delta (77,47%), dan Kappa (90,0%).
Efikasi vaksin mencapai 81,71% dihitung mulai 7 hari setelah mendapatkan vaksinasi lengkap atau mencapai 81,4% bila dihitung mulai 14 hari setelah mendapatkan vaksinasi lengkap. Berdasarkan analisis pada beberapa rentang usia, efikasi vaksin pada populasi dewasa usia 18-59 tahun sebesar 81,51%, populasi lansia usia 60 tahun ke atas sebesar 87,58%, dan untuk populasi Indonesia secara keseluruhan adalah 79,88%.
“Penilaian terhadap mutu vaksin Zifivax telah dilakukan melalui evaluasi mutu vaksin dan penilaian pemenuhan aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terhadap fasilitas produksi di negara asal melalui desktop inspection. Hasil evaluasi terhadap data mutu vaksin Zifivax telah memenuhi standar dan persyaratan mutu vaksin,” jelas Kepala Badan POM lebih lanjut.
Bersamaan dengan penerbitan EUA ini, Badan POM juga menerbitkan factsheet yang berisi informasi lebih lengkap terkait keamanan dan efikasi Vaksin Zifivax, serta hal-hal yang harus menjadi kewaspadaan dalam penggunaan vaksin, termasuk monitoring kemungkinan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) dan pelaporannya. Factsheet tersebut dapat diacu oleh tenaga kesehatan dan masyarakat dalam penggunaan vaksin ini.
Saat ini, Vaksin Zifivax belum diindikasikan untuk penggunaan booster. Ke depannya apabila akan digunakan sebagai vaksin booster, baik vaksin Zifivax maupun vaksin lainnya harus melalui uji klinik booster yang dilakukan setelah diketahui data respons imun persisten dari uji klinik primer. Penggunaan vaksin dengan indikasi booster dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Badan POM.
PT. Jakarta Biopharmaceutical Industry (JBio) merupakan perusahaan swasta nasional sebagai pemegang EUA Zivifax, saat ini sedang dalam tahap pembangunan fasilitas produksi vaksin (fill and finish) dengan kemasan vial dan prefilled syringe. Tahap ini merupakan bagian dari roadmap pembangunan fasilitas, mulai dari upstream-downstream hingga formulasi vaksin.
“Kami berharap komitmen PT. JBio untuk melakukan investasi di Indonesia dapat diikuti oleh pihak-pihak lainnya untuk juga berinvestasi di sektor produksi obat dan vaksin dalam mendukung kemandirian farmasi di Indonesia,” tukas Penny.
Dengan bertambahnya jenis vaksin COVID-19 yang telah memperoleh EUA yang dapat menjadi alternatif untuk digunakan dalam program vaksinasi kepada masyarakat untuk meningkatkan target cakupan vaksinasi. Masyarakat diharapkan untuk menyukseskan program vaksinasi sebagai senjata bagi setiap individu dalam melawan COVID-19 dan untuk bersama-sama membangun herd immunity.
Untuk melengkapi upaya percepatan penanganan pandemi COVID-19, Badan POM kembali mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya kunci dalam memutus rantai penyebaran COVID-19.
Masyarakat juga diminta agar bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan yang digunakan dalam penanganan COVID-19, serta tidak mudah terpengaruh dengan promosi produk obat, obat tradisional maupun suplemen kesehatan dengan klaim dapat mencegah atau mengobati COVID-19.
BPOM | EDITOR : Eddy Prasetyo