TANHANANEWS.COM, Jakarta — Menurut dokter spesialis penyakit dalam dari Divisi Endokrin Metabolik dan Diabetes, Departemen/KSM Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Dr. dr. Wismandari Wisnu, Sp.PD, KEM, Diabetes tipe-2 memiliki tiga gejala khas yang jika Anda merasakannya Anda perlu segera memeriksakan kadar gula darah dan berkonsultasi ke dokter.
Ketiga gejala khas ini yakni turunnya berat badan tanpa penyebab yang jelas, terus buang air kecil (polidipsia) dan sering merasa haus (poliura).
“Gejalanya paling mudah yakni berat badan turun tanpa penyebab yang jelas, kencing terus dan haus terus. Kalau ada gejala seperti itu khas banget, udah mau usianya masih 12, 17 tahun periksa,” ujar dia dalam webinar tentang pengelolan diabetes, ditulis Sabtu (14/8/2021).
Tiga gejala ini juga perlu diwaspadai mereka dengan berat badan berlebih atau bahkan obesitas berapa pun usianya.
Selain tiga gejala itu, diabetes juga ditandai dengan badan terasa cepat lelah, kesemutan, gatal, pandangan kabur, gangguan ereksi pada laki-laki, serta gatal-gatal di kemaluan pada perempuan.
Kemudian, bagi Anda yang tidak merasakan gejala apa pun namun sudah memasuki usia 40-45 tahun maka sebaiknya segera periksa gula darah untuk memastikan kondisi gula darah normal.
“Kalau secara klasik tidak ada apa-apa, misalnya di usia 40-45 tahun itu cek ada atau tidak ada gejala. Tetapi kalau ada gejala berapa pun usianya itu periksa,” tutur Wismandari.
Pada mereka yang sudah terlanjur terdiagnosis diabetes maka usahakan kondisinya terkontrol dengan baik misalnya dengan hasil pemeriksaan HbA1C (hemoglobin A1c) di atas angka 6,5. Dia bisa kembali melakukan kontrol ke dokter setiap 3-4 bulan.
Tetapi pada pasien yang gulanya masih baru terdiagnosis misalnya 200 miligram per desiliter (mg/dL) atau lebih dari itu, maka biasanya diminta kontrol kembali ke dokter pada bulan berikutnya.
“Kalau perlu bila ada gejala dua minggu kemudian suruh datang. Jadi, seberapa sering kontrol tergantung seberapa berat kondisi pasien, seberapa banyak yang dikeluhkan pasien. Semakin banyak, berat, maka semakin sering kontrolnya,” kata Wismandari.
Diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang mempengaruhi bagaimana tubuh menggunakan gula darah atau glukosa. Penyebab yang mendasari penyakit ini bervariasi menurut jenisnya (tipe 1 atau 2).
Namun apa pun jenis diabetes, yang terjadi ialah kelebihan gula dalam darah dan hal ini akan memunculkan masalah kesehatan yang lebih serius salah satunya penyakit kardiovaskular.
Penyakit kardiovaskular sendiri termasuk salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada penderita diabetes. Mereka dengan diabetes dua kali lebih mungkin mengalami penyakit jantung atau stroke daripada seseorang yang tidak menderita diabetes.
Penyakit kardiovaskular yang sering terjadi sebagai komplikasi pada diabetes adalah penyakit jantung koroner (PJK), stroke dan penyakit arteri perifer (PAP).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 mencatat prevalensi diabetes melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9 persen pada 2013 menjadi 8,5 persen pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan baru sekitar 25 persen penderita diabetes yang mengetahui dirinya menyandang diabetes.
Prevalensi penyakit ini pada penduduk berusia ≥15 tahun mencapai 10,9 persen atau hampir meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Menurut estimasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2016, diabetes termasuk salah satu dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia, berkontribusi 6 persen dari seluruh total kematian.
Sumber : ANTARA