TANHANANEWS.COM, Jakarta — Obat antiparasit Ivermectin dikabarkan sudah dapat lampu hijau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk terapi COVID-19. Obat ini akan diproduksi oleh PT Indofarma, Tbk.
“Hari ini juga kami ingin menyampaikan obat Ivermectin obat antiparasit sudah keluar hari ini sudah mendapatkan izin BPOM,” kata Menteri BUMN Erick Thohir, Senin (21/6/2021).
Obat Ivermectin ini rencananya akan mulai diproduksi dengan kapasitas 4 juta obat perbulan. Diharapkan, bisa jadi solusi untuk menekan lonjakan kasus COVID-19
Beberapa fakta yang perlu diketahui soal ivermectin adalah sebagai berikut.
1. Bukan obat COVID-19!
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan, Ivermectin bukan merupakan obat COVID-19 melainkan obat ‘terapi COVID-19’. Obat ini akan digunakan sebagai salah satu terapi.
2. Diindikasikan sebagai obat cacing
Di Indonesia, Ivermectin sama sekali bukan obat baru. Obat ini terdaftar sebagai obat untuk mengatasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali.
3. Tergolong obat keras
Ivermectin digolongkan sebagai obat keras, yang artinya hanya bisa digunakan dengan resep dokter. Penggunaan tanpa indikasi medis dalam jangka panjang bisa menyebabkan efek samping.
4. Efek samping
Beberapa efek samping penggunaan Ivermectin yang tidak sesuai indikasi:
- nyeri otot/sendi
- ruam kulit
- demam
- pusing
- sembelit
- diare
- mengantuk
- Sindrom Stevens-Johnson.
5. Kok bisa jadi obat ‘Terapi COVID-19’?
Dalam uji in-vitro di laboratorium, Ivermectin terbukti memiliki potensi antivirus. Uji tersebut dilakukan dalam rangka menemukan obat baru, atau obat yang sudah digunakan untuk penyakit lain, tetapi diduga memiliki potensi untuk pengobatan COVID-19.
Butuh bukti ilmiah yang kuat melalui uji klinis untuk memastikan keamanan dan efektivitas agar Ivermectin bisa digunakan sebagai obat COVID-19 maupun terapi COVID-19.
Sumber : DETIK