JAKARTA, TANHANANEWS.COM — Apai Janggut, “tuai rumah panjang” (Ketua Masyarakat Adat) Dayak Iban Sungai Utik, Indonesia mendapatkan penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 dari Yayasan Calouste Gulbenkian di Lisabon, Portugal, pada Rabu, 19 Juli 2023.
Berdasarkan ketetapan para juri Gulbenkian Prize for Humanity yang diketuai oleh Angela Merkel, mantan Kanselir Jerman, tahun ini ada tiga pemenang: pertama, Apai Janggut, “tuai rumah panjang” Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik, kedua, Cécile Bibiane Ndjebet, campaigner dan agronomist dari Cameroon; dan ketiga, Lélia Wanick Salgado, environmentalist, designer dan scenographer dari Brazil.
Penyerahan penghargaan dilakukan oleh António Feijó, Presiden Yayasan Gulbenkian dan Angela Merkel, dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Portugal Marcelo Rebelo de Sousa dan PM Portugal Antonio Costa.
Melalui keterangan Kementerian Luar Negeri Jumat, 21 Juli 2023, Duta Besar RI untuk Portugal, Rudy Alfonso yang juga hadir dalam acara tersebut menyampaikan “Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi bagi mereka yang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap aksi lokal dan gerakan berbasis masyarakat, yang mendukung perlindungan hutan dan restorasi ekosistem”.
Sementara Apai Janggut mengungkapkan bahwa hutan adalah sumber hidup kami, yang sudah diturunkan oleh leluhur kami sejak dulu.
“Menjaga hutan adalah bagian dari budaya kami. Karena di dalam hutan tersebut terdapat ladang kami, tanaman obat, sungai, kuburan keramat leluhur kakek nenek kami yang sudah meninggal yang harus kami jaga. Kami bangga, aksi kami ternyata bermanfaat bagi dunia”, ujar Apai Janggut.
Dalam kesempatan tersebut Kepala Desa Sungai Utik, Raymundus Remang yang turut mendampingi Apai Janggut mengatakan Hadiah ini sangat berguna bagi kami, akan kami gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menyiapkan mereka dalam menghadapi tantangan ke depan, untuk peningkatan kapasitas generasi muda kami, dan menyiapkan pendidikan yang lebih baik.
“Selain itu juga untuk mengembangkan alternatif pendapatan jangka panjang seperti ekowisata dan PES (Payment Ecosystem Services)“, imbuh Remang.
Penghargaan ini membuktikan bahwa hutan dapat memberikan manfaat lebih ketika hidup, ketimbang ditebang. Aksi lokal Masyarakat Adat Sungai Utik dalam aksi mitigasi perubahan iklim memberikan manfaat tidak saja bagi masyarakat itu sendiri, tapi juga bagi negara dan dunia.
Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik sebelumnya telah mendapatkan penghargaan nasional Kalpataru dari pemerintah Indonesia, dan UNDP Equator prize pada tahun 2019, atas upaya mereka mempertahankan hutannya dari penebangan liar, perambahan dan konversi lahan oleh perusahaan.
Para pemenang akan menerima hadiah yang ditujukan untuk mendukung dan melanjutkan kegiatan yang sudah dilakukan, agar dapat meningkatkan aksi kerja mereka bagi restorasi ekosistem dan upaya mengatasi isu perubahan iklim, baik di tingkat tapak, nasional maupun global.
Dalam penganugerahan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 di Lisabon ini, Apai Janggut turut didampingi oleh Joni Manehat dari Komunitas Sungai Utik, dan Yani Saloh, Friends of Sungai Utik.
REDAKSI | EDITOR: EDDY PRASETYO
