Penulis : ANDRIANUS PAO
Suatu hari di bulan Oktober 1987, untuk kali pertama saya mendapat penugasan yang tidak pernah saya duga dan bayangkan: meliput ke luar negeri, atas undangan Honda Motor Company Jepang, melalui PT Imora Motor, dealer resmi Honda di Jakarta, saya ditunjuk untuk mengikuti acara company visit ke pabrik Honda di Suzuka.
Bersama sejumlah wartawan dari Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina, selain meninjau pabrik, kami juga diundang menyaksikan balap mobil Formula 1 di Sirkuit Suzuka, yang merupakan milik Honda dan tahun itu mulai lagi menggelar balapan setelah sempat vakum 10 tahun.
Penugasan ini sudah tentu memberi kesan tersendiri. Selain untuk pertama kalinya saya ke luar negeri, saya juga menjadi awak redaksi pertama yang mendapat tugas ke luar negeri.
Kabar gembira ini saya peroleh dari Wakil Pemimpin Umum, Lukman Setiawan, yang ternyata juga secara khusus meminta Pemred Amir Daud agar saya yang ditugaskan. Entah apa alasannya.
Dalam perjalanan ke Negeri Sakura ini, rombongan dari Indonesia, selain saya dan Pak Lukman dari Harian Bisnis Indonesia, juga turut serta pemilik Imora Motor, Ang Kang Ho, wartawan Kompas (Loewi Iswara), Jawa Pos, Majalah Tempo (Budi Kusuma) dan Eksekutif (Sjahmuharnis) serta perwakilan dari agen periklanan. Sebelum berangkat kami beberapa kali bertemu di kantor Imora Motor di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat, untuk mempersiapkan dokumen dan perlengkapan lainnya.
Sebelum hari keberangkatan saya juga mendapat perintah dari penanggung jawab Halaman Olahraga untuk membuat laporan hasil balapan Formula 1 di Sirkuit Suzuka, sedangkan laporan hasil company visit ke pabrik Honda sudah disepakati akan saya buat dalam laporan panjang, yang biasa kami sebut tulisan by line.
Berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta malam hari, kami pun tiba di Bandara Narita Jepang keesokan paginya.
Ketika itu, Jepang sudah memasuki musim dingin, maklum orang kampung, ketika urusan keimigrasian selesai dan rombongan Indonesia dan rombongan dari negara Asia lainnya menunggu mobil jemputan, saya justru melangkah ke luar hanya karena ingin merasakan dinginnya udara.
Dan yang terjadi, saya kedinginan di luar – ketika itu suhu sekitar 9-10 derajat celcius – karena tidak bisa masuk kembali, sebab pintu otomatis hanya membuka untuk keluar. Untunglah orang kampung ini tidak terlalu lama menderita kedinginan, karena mobil jemputan tiba.
Di Jepang pula untuk pertama kalinya saya menaiki kereta peluru (bullet train) Shinkansen dalam perjalanan dari Tokyo ke Nagoya. Kereta super cepat itu melaju dengan sedikit guncangan pada kecepatan maksimal, ketika itu, 254 kilometer per jam. Air di gelas minum yang sengaja ditaruh di meja hanya sedikit beriak ketika kereta melaju dengan kecepatan penuh.
Dalam kunjungan ke pabrik Honda di Suzuka, kami diajak keliling pabrik melewati jalur di bagian atas yang khusus dibuat untuk tamu. Kalau tak salah, dalam laporan saya yang dimuat di halaman depan, di antaranya saya menghitung setiap 56 menit satu mobil baru Honda keluar dari pabrik dan segera diangkut ke pelabuhan untuk diekspor.
Tak ada inventori di pabrik ini, karena Honda menerapkan sistem produksi Just In Time (JIT), di mana bahan baku yang diolah menjadi barang jadi harus tiba pada waktu dan jumlah yang tepat. Produk mobil juga diproduksi dalam jumlah dan waktu yang tepat.
Menginap semalam di Nagoya, Minggu keesokan harinya saya pun akhirnya untuk pertama kalinya menyaksikan balap Formula 1. Balap jet darat di Sirkuit Suzuka ini digelar setelah 10 tahun vakum.
Dalam race kali ini muncul sebagai juara pebalap Ferrari Gerhard Berger. Sedangkan juara dunia F1 tahun 1987 akhirnya digondol pebalap Brasil Nelson Piquet dari tim Williams-Honda.
Hasil liputan dari sirkuit milik Honda itu, saya buat dan kirim beritanya dengan menggunakan faksimili di business centre hotel pada malam hari setibanya kembali di Tokyo. Untungnya waktu Indonesia lebih lambat dua jam dari waktu Tokyo, sehingga berita saya sampai sebelum tenggat waktu (deadline) Halaman Olahraga.
Ada kebanggan tersendiri berita saya diberi byline “… dilaporkan Reporter Andrianus Pao dari Suzuka, Jepang.” Tentulah bangga karena sampai saat itu, masih jarang atau bahkan tak ada wartawan Indonesia yang pernah meliput langsung dari sirkuit F1. Ketika itu, liputan langsung dari luar negeri umumnya dari gelanggang bulutangkis dan sepakbola.
Cerita lain di Jepang adalah untuk pertama kalinya pula saya menonton striptease. Sungguh tak terbayangkan tontonan yang tabu di Tanah Air ini, terpampang dengan terbuka di sebuah klab malam di kawasan Ginza.
Lagi-lagi orang kampung ini nekat memilih duduk di barisan depan agar bisa melihat lebih dekat, sementara anggota rombongan lainnya malu-malu berdiri di bagian belakang. Ah … kenapa malu, toh nggak ada yang kenal ini.
*** Penulis adalah Jurnalis Senior