JAKARTA, TANHANANEWS.COM — Dalam sebuah riset terbaru oleh Asian Development Bank dan lembaga penelitian SMERU menunjukkan bahwa Startup atau Perusahaan Rintisan berorientasi pembangunan di Indonesia akan di untungkan dengan pengembangan ekosistemnya untuk mewujudkan potensi mereka dalam berkontribusi pada pembangunan negara.
Berdasarkan studi Indonesia’s Technology Startups: Voices From the Ecosystem, fintech dan e-commerce mendominasi ekosistem digital di Indonesia, sedangkan startup yang fokus di area seperti edtech (pendidikan), healthtech (kesehatan), agritech (agrikultur) dan greentech (teknologi ramah lingkungan) berkembang kurang pesat.
Inovasi-inovasi startup ini akan dapat berdampak tinggi terhadap pembangunan seperti perbaikan kesehatan dan kesejahteraan, pekerjaan, dan solusi iklim. Namun, mereka sering dianggap berisiko oleh investor dan lembaga keuangan yang ada selama ini.
Menurut studi tersebut, ada tiga area yang dapat difokuskan untuk meningkatkan ekosistem startup Indonesia: kualitas inkubator dan akselerator, akses keuangan untuk startup tahap awal, dan pengembangan bakat.
Inkubator dan akselerator dapat memperoleh manfaat dari staf yang lebih baik, terutama karyawan dengan pengetahuan bisnis yang lebih banyak, dan mentor dengan keahlian dan pengalaman sektor.
Startup baru memiliki kesulitan meyakinkan investor untuk menyediakan pendanaan, menyoroti pentingnya untuk menemukan dan mengembangkan sumber modal dan dukungan alternatif.
Menemukan bakat yang baik juga menjadi tantangan karena pasokan yang sedikit dan persaingan dari perusahaan besar dalam upaya perekrutan. Ini tentu selain dari kebutuhan untuk distribusi dukungan geografis yang lebih baik.
“Pemain kunci dan program terkonsentrasi di Jawa—khususnya di Jakarta—dan di Bali, sementara daerah lain kurang terlayani,” ucap Peneliti Senior SMERU Research Institute dan penulis utama laporan, Palmira Permata Bachtiar, dalam keterangannya, pada Rabu, 28 Juni 2023.
“Akan berguna untuk beralih dari memikirkan satu ekosistem nasional dan sebagai gantinya mempertimbangkan beberapa ekosistem kota dan lokal yang melayani perusahaan rintisan terdekat,” tambah Palmira.
Sementara Principal Economist ADB Paul Vandenberg, salah satu penulis laporan tersebut menyebutkan bahwa tim studi melakukan wawancara untuk memperoleh keragaman perspektif.
“Para peneliti berdialog dengan pejabat kementerian, manajer inkubator, dan pendiri perusahaan rintisan (startup), serta pemodal dan lainnya, Upaya ini menghasilkan wawasan yang tidak akan kami dapatkan jika tidak ada kegiatan/studi ini,” kata Paul Vandenberg.
SUMBER: ASIAN DEVELOPMENT BANK | EDITOR: EDDY PRASETYO