Oleh : PakDhe Pras
Tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 cukup menarik “Serentak Bergerak Wujudkan Merdeka Belajar”, bisa jadi Mas Nadiem Makarim sedang ‘bernostalgia’ sambil menghayati alur pikir Bapak Pendidikan Nasional, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau dikenal Ki Hajar Dewantara.
Pembeda antara Mas Nadiem dengan Ki Hajar Dewantara adalah soal tantangan dan tekanannya. Kalau dimasa penjajahan Belanda, system pendidikan sangat tidak mendukung bagi semua kelas masyarakatnya, adanya ‘kasta-kasta’ atau pengkotakan antara kelompok priyayi dengan kelompok masyarakat biasa.
Menurut Ki Hajar Dewantara perlakuan ini sangat tidak adil, semacam ada ‘pembodohan’ bagi kalangan yang dianggap tidak mampu atau bukan kalangan bangsawan.
Penjajah Belanda sepertinya tidak ingin masyarakat jajahannya menjadi ‘pintar’, ada ketakutan kalau pintar bisa melawan.
Dorongan inilah yang membuat pemuda Ki Hajar Dewatara, kelahiran Pakualaman, 2 Mei 1889 terus melakukan perlawanan, karena baginya, pembodohan oleh penjajah Belanda harus segera diakhiri.
Ki Hajar Dewantara hanya ingin kalangan pribumi atau siapapun anak bangsai ‘merdeka belajar dan belajar merdeka’, buatnya tentangan dan tekanan pemerintah Hindia Belanda menjadi nomer sekian yang dapat dikesampingkan.
Hingga pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah organsisai pendidikan alternatif yang bernama Taman Siswa.
Berdasar pada beberapa literatur yang sempat PakDhe baca (sambil Ngopi), disebutkan bahwa Perguruan Taman Siswa adalah symbol perlawanan terhadap kolonial Belanda dan semangat yang dibangun adalah konsep sikap merdeka bagi kalangan pribumi dengan kemandirian tanpa harus bergantung kepada yang lainnya.
Pada perkembangnnya Taman Siswa menjadi embrio kalangan pribumi untuk melawan pemerintahan penjajah Belanda, dengan keinginan-keinginan menjadi Bangsa yang Merdeka.
Akibatnya penjajah Belanda menjadi ‘parno’ maka pada tahun 1930 menutup seluruh kegiatan ‘Sekolah Liar’ termasuk Taman Siswa.
Namun, walaupun sudah dinyatakan ditutup, aktifitas Taman Siwa tetap berlanjut secara sembunyi-sembunyi.
Nah ! kini eranya Mas Nadiem, pendidikan menghadapi tekanan dan tantangan pandemi Covid-19, tentu bukan hal mudah dan membutuhkan cara yang berbeda dalam ‘memerdekakan’ proses belajar dan mengajar di bangku pendidikan.
Pembelajaran secara dalam jaringan (daring) belum dapat dikatakan maksimal dan masih memerlukan proses panjang dikalikan lebar, mengingat banyak kalangan yang memang berlum terbiasa dan banyak daerah belum terjangkau jaringan.
Alih-alih menekan penyebaran Covid-19, banyak juga orang tua mengeluh, karena ‘gaptek’ saat anaknya menanyakan ini dan itu tentang gadgetnya.
Kayaknya Mas Nadiem harus lebih banyak melibatkan kalangan terkait upaya bagaimana pendidikan dimerdekakan dari ‘penjajahan’ pandemi Covid-19, tentu ini disesuaikan dengan Visi Mas Nadiem sendiri, mengutip sambutan pada peringatan Hardiknas 2021.
“Pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia haruslah menuju arah lahirnya kebahagiaan batin serta juga keselamatan hidup. Esensi mendasar pendidikan haruslah memerdekakan kehidupan manusia,” katanya
Pada kenyataanya teknologi saja belum cukup Mas, masih banyak faktor lain yang harus saling mendukung dan melengkapi.
Upaya yang Mas tawarkan, sudah semestinya harus dapat diterjemahkan secara baik hingga ke tingkat yang paling bawah, yaitu Pertama, perbaikan pada infrastruktur dan teknologi. Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan. Ketiga, perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Keempat, perbaikan kurikulum, pedagogi, dan asesmen.
Pakdhe nambahkan saja satu lagi (kalau boleh), Kelima, Jas Merah (Jangan Melupakan Sejarah), kalau gak boleh gak papa (selow aja), lha wong tujuannya agar tidak melupakan semboyan Bapaknya Pendidikan Nasional, yaitu : Ing Ngarso Sung Tulodo – Ing Madyo Mangun Karso – Tut Wuri Handayani
Yang pasti Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara tidak akan pernah bisa dibanding dengan penyandang jabatan menteri pendidikan (siapapun), karena ditengah tekanan Belanda yang menyeramkan, tanpa fasilitas apapun masih sanggup berpikir serta berbuat bagi mencerdaskan rakyat agar dapat melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Aah .. rupanya waktu sudah jelang Imsak, Kopi-pun dah mulai kandas, akhirnya ingin ucapkan selamat Hardiknas 2 Mei 2021, dan selamat bekerja Mas Nadiem (dengan tambahan jabatan baru), semoga menjadi Menteri yang selalu mengarah pada kelahiran kebahagiaan batin dan keselamatan sampai akhir jabatan, karena esensinya menjadi pejabat negara harus mampu ‘memerdekakan’ kehidupan masyarakat dan bangsanya.
*Penulis adalah Penikmat Kopi – 2 Mei 2021