JAKARTA, (TanhanaNews) — Ditengah pengungkapan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) sekaligus Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait kasus dugaan adanya transaksi janggal senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan. Urgensi pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset kembali disuarakan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Panca Marga (PP PPM) Berto Izaak Doko dalam keterangannya, Rabu (5/4/2023) menyampaikan dukungannya kepada Pemerintah dan DPR agar RUU Perampasan Aset dapat segera dIselesaikan.
“Transaksi janggal yang nilainya fantantis seperti yang disampaikan Pak Mahfud MD (Menkopolhukam) tentu tidak berdiri sendiri artinya melibatkan banyak pihak dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang,” kata Berto.
“Ini merupakan mata rantai kejahatan yang harus diputus dengan aturan hukum,” imbuhnya.
Berto juga mengutip pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/3/2023) yang lalu.
“Menkopolhukam menyampaikan ada 491 entitas aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan yang terlibat dalam dugaan tindak pidana pencucian uang senilai Rp349 triliun, kondisi ini sudah pada tingkat mengkhawatirkan dalam konteks perilaku para pejabat pengelola keuangan negara,” ujar Berto.
Berto menilai dengan diselesaikannya RUU Perampasan Aset, para penegak hukum dapat melakukan perampasan aset yang dianggap tidak sesuai jika dibandingkan dengan penghasilan.
“Atas dasar hal tersebut PPM mendukung penuh Pemerintah dan DPR untuk segera menyelesaikan RUU Perampasan Aset, sehingga kedepan saat terindikasi dan terbukti adanya penambahan kekayaan yang sumbernya tidak dapat dibuktikan secara ketentuan hukum yang berlaku, dapat dilakukan perampasan,” kata Ketum PPM.
Diakhir keterangannya, Berto berharap agar kasus ini tidak terulang lagi dimasa mendatang, mengigat sangat merugikan masyarakat dan bangsa.
RUU Perampasan Aset telah diusulkan menjadi legislasi prioritas sejak 2012. Namun, hingga kini pembahasan pun belum terlihat meski RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Dilansir BBC News Indonesia Rabu (29/3/2023) lalu, Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih, mengatakan RUU Perampasan Aset tidak hanya digunakan untuk merampas aset para koruptor, tapi juga pelaku tindak pidana ekonomi lainnya, seperti pengusutan perolehan harta dalam kasus Rafael Alun sampai harta-harta yang didapatkan dari perdagangan narkoba.
“Karena undang-undangnya namanya asset recovery, berkaitan dengan aset hasil kejahatan, jadi semua hal yang berkaitan dengan aset hasil kejahatan yang sedang diproses, diatur dan diawasi dengan baik,” kata Yenti.
Sementara Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan RUU itu diharapkan bisa membuat pengusutan perolehan harta seperti dalam kasus Rafael Alun tidak berbelit atau bahkan tidak akan terulang di masa yang akan datang.
“Harapannya RUU Perampasan Aset bisa menjembatani norma illicit enrichment[kekayaan yang diperoleh dengan tidak sah] yang sebetulnya ada di UNCAC [Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Melawan Korupsi], tapi belum ada dalam undang-undang kita,” kata Lalola.
REDAKSI | EDITOR : EDDY PRASETYO