Penulis : PakDhe Pras
Kolom Kopi — Jelang 2024 gonjang ganjing per-politikan negeri mulai memanas dan hari ini menimpa pada Partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Perahu berlambang mercy yang di nakhodai anak SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sedang diuji gelombang badai. Tentu tidak mudah untuk menghadapi para sang mantan elite sendiri ditambah orang dekat Istana.
Melewati gelombang dan badai politik memang memerlukan kepiawaian, sementara AHY yang bermodalkan ketentaraan, bisa jadi keilmuan politiknya masih harus terus diasah, mengingat lapangan pepeperangan yang dihadapi sungguh berbeda.
Dalam percaturan politik tidak bisa tembak sana-sini umbar peluru, paling banter tembak cakap-cakap (dan yang lainnya, kalau ada) menggiring pemahaman sambil berharap angin membaik, yaitu munculnya kata sepakat bahwa “kitalah yang sah” atau malah sebaliknya ?
Tentu pijakan hukum harus menjadi “panglima”, sebab kalau tidak ? apa ada “pijakan” yang lainnya ? atau mau membuat “pijakan” baru ?
Dan boleh jadi SBY merasakan penyesalan mendalam, karena memilih orang-orang yang dianggap kurang tepat mendampingi selama ini, tetapi sebagaimana kata orang bijak “sesal kemudian tiada arti”, inilah yang harus dijawab AHY dengan sikap serta laku bijak nan strategis sytematis (maaf pinjam kalimat orang pinter), agar Ayahandanya tidak terus dirundung penyesalan, disaat kepastian mulai jadi rebutan, yang sudah dapat dipastikan hanyalah SBY tidak pernah menyesal telah memilih AHY menggantikannya.
Menurut Pakdhe kekuasaan bukanlah harta kekayaan, namun beban dan tanggungjawab yang akan ditanyakan di akhirat kelak.
Mari sama-sama kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya, tanpa bermaksud mau memihak kepada siapapun, Pakdhe hanya dapat berharap Secangkir Kopi tetaplah menghangat, karena menikmati Kopi terlalu panas atau terlalu dingin sama-sama beresiko, mecothot lambene atau munggah asam lambunge.
*Penulis adalah penikmat Kopi – Selasa, 9 Maret 2021