Menjelmakan Kembali Indonesia Menurut Cita-Cita Para Pendiri Bangsa

FGD INDONESIA SOLUSI PPM-RRI - Foto : Tanhananews.HO.EP
Waktu Baca : 5 minutes

Penulis : Nurrachman Oerip *)

Introduksi

Cita-cita para pendiri bangsa secara jelas dan gamblang digambarkan pada 4 alinea Pembukaan UUD 18 Agustus 1945 yang kemudian dijabarkan menjadi Pasal-pasal UUD 1945 serta diuraikan pula dalam  Penjelasan tentang makna substantif UUD 1945.

Dicatat, bahwa UUD 1945 juga membuka peluang untuk dilakukan perubahan agar sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman.

Bila diibaratkan tata kelola penyelenggaraan organisasi pada umumnya maka Pembukaan UUD 1945 adalah Anggaran Dasar (AD) organisasi negara bangsa Indonesia dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan Anggaran Rumah Tangga (ART), pelaksanaan AD dimaksud secara utuh dan menyeluruh  yang dilengkapi pula dengan Penjelasan UUD 1945 sebagai koridor pencapaian cita-cita dan tujuan nasional agar terencana, terarah dan berkelanjutan (sustainable) serta mencegah terjadinya multi tafsir. 

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan UUD 1945 sebagai Konstitusi Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, atribut pembentukan dan berdirinya Negara Bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Fakta sejarah penetapan UUD 1945 itu sebagai Konstitusi Indonesia pada keesokan hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 sejatinya menunjukkan bahwa kedua peristiwa sejarah itu bersifat manunggal, tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan agar setiap generasi Indonesia pada setiap masa memahami, mengerti dan menghayati makna fundamental dan tujuan hakiki perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Terhadap semboyan para pengusung perubahan dan penggantian UUD 1945 pada saat eforia era reformasi 1998 yang menyerukan agar Konstitusi Indonesia tersebut  “tidak disakralkan” perlu dipertanyakan kepada mereka mengapa bangsa Amerika yang melakukan amandemen konstitusinya sebanyak 27 kali hingga saat ini tidak pernah mengutak-atik apalagi merubah/mengganti teks naskah asli “The Declaration of Independence” dan “The Constitution of United States of America”. 

Hasil amandemen pasal tertentu pada konstitusi Amerika Serikat (AS) agar sesuai dengan tuntutan pekembangan zaman dijadikan Adendum (Lampiran), bagian integral konstitusi AS. 

Hal itu menunjukkan  bangsa Amerika ternyata menghormati dan bangga pada hasil karya para pendiri bangsa mereka.

Oleh sebab itu, bangsa Amerika karena kelahiran maupun naturalisasi mampu dan sanggup memelihara semangat dan nilai patriotik Amerika agar tetap menjadi negara adikuasa.

Perbedaan mentalitas tersebut patut menjadi bahan pembelajaran dan refleksi bersama untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan pemajuan Indonesia.

Inilah saatnya bangsa Indonesia perlu menyadari telah melakukan kesalahan fatal menciptakan terjadinya “historical missing-link” antar generasi bangsa akibat empat kali amandemen UUD 1945 (1999 – 2002) yang bermuara pada penggantian sistem sendiri pemerintahan Indonesia yang tidak mengikuti sistem presidensiil (Amerika) maupun parlementer (Inggris).

Para pendiri bangsa menyadari dan memahami sepenuhnya kemajemukan luar biasa bangsa namun memiliki pula berbagai kearifan dan kebajikan lokal yang relevan dan berguna bagi pembangunan manusia dan bangsa maupun negara dengan paradigma karakter berjatidiri khas Indonesia, yakni Pancasila.

Tema Fokus Grup Diskusi “Menjelmakan Kembali Indonesia Menurut Cita-Cita Para Pendiri Bangsa” merupakan upaya dan kegiatan reflektif bersama  oleh sesama anak bangsa yang cinta pada Indonesia, negara bangsanya, berlandaskan pendekatan sejarah (dimensi waktu) dan lingkungan strategis geopolitik (dimensi ruang).

Hal itu diperlukan dalam rangka menakar situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat ini pada era reformasi pasca tumbangnya Orde Baru (Orba) pada tahun 1998 dan berkelanjutannya dampak negatif ambruknya Orde Lama (Orla) setelah peristiwa G30S PKI.

Kedua peristiwa kelam dalam perjalanan sejarah bangsa ini telah menimbulkan pula residu masalah yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan secara tuntas. 

Oleh sebab itu maka dinamika fluktuatif perjalanan sejarah bangsa ini perlu dicermati dengan seksama dalam konteks korelasi interaktif antara masalah pertarungan kepentingan politik strategi internasional negara-negara super power dan kondisi domestik Indonesia.

Pemahaman pada korelasi kondisi internasional-domestik (intermestik) adalah upaya yang bijak. Bangsa Indonesia perlu memiliki kesadaran kolektif tidak hidup di ruang hampa melainkan berada bersama bangsa dan negara lain yang punya kepentingan subjektif terhadap Indonesia.

Bangsa Indonesia  harus mampu menjalin hubungan dan kerjasama yang setara dan sanggup bersaing secara prima dengan berbagai bangsa dan negara lain supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, seperti termaktub dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945. 

Pasca pelengseran kekuasaan Orba pada tahun 1998 peristiwa  tersebut ternyata membuka peluang bagi proses amandemen UUD 1945 yang  over dosis sehingga berujung pada penggantian konstitusi Indonesia hasil perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Ditengarai ada intervensi pihak luar dalam proses amandemen itu utamanya oleh National Democratic Institute (NDI), lembaga sayap Partai Demokrat AS, dan sejumlah lembaga bantuan negara-negara Barat. 

Keterlibatan pihak asing tersebut dapat  menunjukkan bahwa Indonesia sepanjang eksistensinya merupakan target untuk dijadikan sub-sistem politik kepentingan strategis global negara adikuasa maupun negara-negara adidaya dengan segala siasat dan muslihat masing-masing.

Kini penetrasi kekuatan nir-militer pada gatra IPOLEKSOSBUD diutamakan, kendati opsi penggunaan militer tidak diabaikan, atau dengan menerapkan kombinasi keduanya.

Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan makin terpinggirkannya Pancasila sebagai roh bangsa Indonesia setelah penggantian UUD 1945 merupakan dampak invasi nir-militer pihak asing dengan metoda Legal Warfare melalui War of Perception secara terstruktur, sistematis dan masif dengan mengoptimalkan pemanfaatan emosi kebencian masyarakat pada pimpinan Orba yang melakukan kebijakan KKN dan represif.  

Butir Masalah Yang Memerlukan Atensi

Meskipun ada kebaruan dalam konstitusi baru Indonesia sebagai hasil  amandemen khususnya kebebasan berbicara yang nyaris tanpa batas namun pada sisi lain menimbulkan masalah tata kelola negara yang tidak koheren dan konsisten dalam mencapai tujuan nasional, yakni negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Sistem sendiri pemerintahan Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dirombak sehingga berakibat kedaulatan tidak lagi berada ditangan rakyat tetapi beralih kepada partai politik (Parpol) yang pada umumnya berorientasi untuk memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan kekuasaan sehingga tidak sepenuhnya menampung keperluan rakyat sehingga  aspirasi rakyat  menjadi the voice of the voiceless

Perubahan Judul BAB XIV UUD 1945, yakni Kesejahteraan Sosial menjadi Perekonomian Nasional Dan Kesejahteraan Sosial merupakan hasil amandemen UUD 1945 yang keempat. Tambahan terminolgi Perekonomian Nasional memberi jalan bagi penambahan ayat 4 dan 5  baru pada Pasal 33 UUD 1945 yang mendorong penerapan perekonomian nasional bersifat neoliberal yang sepenuhnya berorientasi ekonomi pasar dan mengurangi peran proteksi pemerintah sehingga menghambat dan mengganggu eksekusi ketentuan bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (ayat 2 Pasal 33);  bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3 Pasal 33).  

Rumusan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial yang diatur BAB XIV UUD 1945 setelah diamandemen memantulkan nuansa inkoherensi dan inkonsistensi sehingga secara praksis  menimbulkan berbagai kesenjangan  sosial dan ekonomi yang dapat menjadi penghambat dan pengganggu pada kohesi sosial.

Sikap kritis masyarakat pada makin berkembangnya kekuatan kuasa oligarki merupakan wake up call sehingga  perlu disikapi secara bijak antara lain dengan mengedepankan keadilan sosial berlandaskan azas kemanusiaan yang adil dan beradab, sila kedua Pancasila.      

Konklusi

FGD untuk Menjelmakan Kembali Indonesia Menurut Cita-Cita Para Pendiri Bangsa merupakan rintisan awal upaya dan kegiatan untuk melakukan langkah-langkah damage recovery terhadap dampak destruktif penggantian UUD 1945 yang dapat terjadi karena intervensi kekuatan asing dalam konteks politik kepentingan strategi global negara adikuasa tersebut. 

Dinamika peristiwa kelam dalam perjalanan sejarah Indonesia perlu didalami pula dalam perspektif korelasi masalah bersifat intermestik karena tidak ada peristiwa yang berdiri sendiri dan oleh sebab itu kewaspadaan bangsa Indonesia merupakan kondisi prasyarat agar tidak bisa dipecah belah melalui penggunaan residu masalah di masa yang lalu.

Bangsa Indonesia perlu sadar tidak hidup di ruang hampa melainkan berada bersama bangsa dan negara lain yang mempunyai kepentingan subjektif terhadap Indonesia.

Oleh sebab itu bangsa Indonesia harus mampu menjalin hubungan dan bekerjasama dalam posisi setara dan sanggup pula  untuk bisa bersaing/berkompetisi dengan kapasitas prima dengan berbagai bangsa lain supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, sebagai amanat konstitusi seperti termaktub dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945.   

Jakarta, 7 Maret 2023.

*) Naskah diatas menjadi bahan pembahasan dalam FGD INDONESIA SOLUSI kerjasama Pemuda Panca Marga (PPM) dengan Radio Republik Indonesia (RRI), bertempat di Auditorium Yusuf Ronodipuro, Gedung RRI Lantai 2, Jl. Medan Merdeka Barat 4-5 Jakarta Pusat, pada Kamis (16/3/2023), dengan Pemantik FGD Nurrachman Oerip, Moderator FGD Suryo Susilo serta menghadirkan Narasumber FGD Prof. Dr. Kaelan M.S (Guru Besar Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta) dan Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A., M.A., M.P.I.A., Ph.D. (Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada Yogyakarta).

*) Penulis Nurrachman Oerip, SH adalah mantan Duta Besar RI untuk Rusia dan Kamboja