Nama Kuliner Berunsur Sega ‘Nasi’ dalam Budaya Jawa, Bahan Olah Ekonomi Kreatif

Dra. Wiwin Erni Siti Nurlina, M.Hum, Peneliti Ahli Madya BRIN - Foto : Dokumentasi Pribadi
Waktu Baca : 3 minutes

Penulis : Dra. Wiwin Erni Siti Nurlina, M.Hum

Manusia tidak dapat lepas dari penggunaan bahasa untuk mengekspresikan tindakan dalam kehidupannya. Demikian juga, tindakan atau aktivitas kehidupan orang Jawa dapat dikatakan selalu diekspresikan dengan bahasa.

Konsep berpikir orang Jawa yang diekspresikan dalam kosakata bahasa Jawa menunjukkan kebervariasian bentuk kosakata dan ketepatan konsep yang diekspresikannya. Keberagaman bentukan leksem itu merupakan cermin kejelian dan  ketelitian  orang Jawa dalam mengungkapkan makna suatu konsep.

Bahasa merupakan jendela untuk mengetahui konsep-konsep yang diembannya. Dikatakan Ganjar Hwia (2016) bahawa meskipun sering diragukan, setakat ini masih banyak orang percaya bahwa bahasa mencerminkan pandangan dunia, budaya, atau bahkan kepercayaan seseorang.

Demikian pula, bahasa Jawa merupakan jendela untuk mengetahui makna dan pandangan dunia orang Jawa. Ditunjukkan dalam kamus Baoesastra Djawa bahwa kata sega mempunyai banyak bentuk kata majemuknya. Dari berbagai macam bentuk kata majemuk sega ‘nasi’ dapat diketahui beberapa pandangan masyarakat Jawa yang berkaitan dengan makna etnologis kata nama kuliner berunsur sega.

Pada saat ini, dapat dikatakan bahwa variasi masakan yang berkaitan dengan sega ‘nasi’ sudah tidak selengkap pada zaman dahulu. Namun, sampai saat ini masih ditemukan kuliner yang berkaitan dengan sega ‘nasi’, seperti sega kuning, sega gudhangan, sega goreng, sega megana, sega liwet, sega rames.

Di sisi lain, masakan sega ‘nasi’yang berkaitan dengan budaya masyarakat Jawa sudah jarang ditemukan, seperti sega kepyar, sega punar, sega tumpang, sega kendhuren, sega golong. Nama masakan yang berkaitan dengan sega ‘nasi’ dalam bahasa Jawa, baik yang berkaitan dengan konsep budaya maupun berkaitan dengan kuliner, banyak jumlahnya. Nama-nama tersebut berupa kata majemuk. Kebervariasian tersebut perlu diungkapkan sebagai suatu wawasan pengetahuan. 

Memang, nama-nama masakan sega ‘nasi’ tersebut sudah masuk di dalam kamus Baoesastra Djawa (1939) yang berjumlah duabelas kata majemuk. Di dalam Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa) (2011) terdapat sembilanbelas kata berunsur sega ‘nasi’.

Kata berunsur sega juga ditemukan dalam Kamus Praktis Jawa-Indonesia untuk SD/MI, yang berjumlah lima kata.  Setelah diamati secara cermat dan dilakukan  pengkajian secara semantik-etnolinguistik, ditemukan banyak nama masakan dengan kata sega. 

Dijelaskan oleh Heidy Ahimsa-Putra (2009) dalam artikel “Paradigma Ilmu Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan” bahwa kajian semantik-etnolinguistik diartikan sebagai seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk suatu kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan, dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi. 

Dengan kajian etnolingistik, dapat diketahui makna masing-masing nama masakan yang berkaitan dengan nasi dan konsep budaya yang diemban oleh masakan yang bersangkutan. Misalnya, nama masakan sega tumpang berbeda dengan sega tumpeng. 

Fungsi sega tumpang berbeda dengan fungsi sega tumpeng.  Perbedaannya yaitu sebagai berikut. (a) Kata nama sega tumpang terdiri atas kata sega+tumpang ‘susun, tumpuk’. Makna sega tumpang yaitu ‘nasi berlauk gudhanan yang diberi sambal tempe’.Sambel tempe tersebut disebut sambel tumpang. Jadi, sega tumpang ialah nasi yang berlauk gudangan dan ditumpuki sambal tumpang di atasnya. 

Sega tumpang sering digunakan dalam selamatan, misalnya selamatan kesehatan untuk orang habis sakit. (b) Kata nama sega tumpeng terdiri atas kata sega+tumpeng ‘nasi yang dibentuk seperti kerucut beserta lauk pauknya’. Makna sega tumpeng yaitu nasi yang dibentuk kerucut dihiasi gudangan dan lauk pauknya. 

Nasi pada sega tumpeng dapat berupa nasi putih atau nasi kuning. Sega tumpeng biasa digunakan untuk selamatan dan syukuran, misalnya peringatan hari-hari besar, hari kemerdekaan, hari ulang tahun. Masyarakat Jawa berpandangan bahwa nasi tumpeng melambangkan kemenangan dan rasa bersyukur.

Dari kajian dan pencermatan terhadap kata nama masakan yang berkaitan dengan sega  ‘nasi’, ditemukan tigapuluhdua data yang berupa kata majemuk yang berunsur kata sega. Ketigapuluh dua masakan nasi tersebut yaitu sega dang, sega gebuli/kabuli/kabuli, sega golong, sega gorèng, sega gudhangan/kuluban, sega gurih/wuduk, sega jagung, sega jangan, sega kepyar, sega liwet, sega lulut, sega pecel, sega penak, sega pondhoh, sega punar (sega mas), sega rames, sega tumpang, sega kuning, sega abang, sega tumpeng, sega kendhuren, sega bakar, sega megono, sega sawut, sega garing, sega godhog, sega wiwit, sega lemes, sega intip, sega kembul, sega bakar.

Tata nama masakan tersebutmemiliki makna idiomatis dan makna etnologis dalam masyarakat Jawa. Namun, pembahasan makna idiomatis dan etnologis akan diuraikan pada kesempatan lain.

Pengungkapan nama-nama masakan yang berkaitan dengan sega ‘nasi’secara semantis-etnolinguistik memiliki tujuan memberikan pengetahuan tentang kekayaan wawasan konsep dan budaya orang Jawa. Wawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk mempertahankan budaya.

Di samping itu, pengungkapan itu dapat digunakan dalam rangka pengembangan kuliner sebagai pendukung berkembangnya ekonomi kreatif sebagai kuliner nusantara. Pengunggahan nama-nama masakan berunsur sega ‘nasi’ ini dapat memberikan obat kerinduan pada masakan tradisional. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memotivasi bisnis kuliner di Indonesia.

Penulis adalah Peneliti Ahli Madya BRIN – Kepakaran Linguistik – Berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)