Penulis : Santi Diansari Hargianto, S.H., M.H’S *)
Hargianto terlahir di Kampung Sipin Jambi, dari pasangan Bapak Sutan Baheram dan Ibu Darnis yang berdarah Minang berasal dari Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat.
Hargianto kecil tumbuh secara bersahaja dengan kondisi perekonomian yang minim, sebagai anak seorang supir oplet dikenal dengan ‘Oplet PO Agam‘, sebuah oplet tua dengan kursi dari papan kayu.
Disaat mudanya, dengan memanfaatkan waktu sebelum dan setelah bersekolah, Hargianto menjadi ‘Stokar Oplet’ (kenek angkot), dengan teriakan lantang penuh kebanggaan memanggil calon penumpang untuk tujuan rute yang akan dilewatinya “Sipin …. Sipin …. Telanai …. Telanai …. Pasar …. Pasar”.
Ketika malam tiba, Hargianto bersama Ayahandanya seringkali ‘ngetem‘ oplet di depan Rumah Sakit untuk membantu membawa jenazah disaat ada pasien yang dinyatakan wafat, menginggat saat itu ambulance atau kereta jenazah masih sangat minim,
Itulah keseharian Harianto muda yang sejak kecil sudah memiliki cita-cita menjadi seorang anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), saat ini Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ketika itu yang terbesit dalam benak anak muda Hargianto, kalau menjadi anggota TNI bisa berkeliling dunia mengharumkan nama Bangsa Indonesia.
Berbekal kemauan keras menjadi seorang Tentara, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) Hargianto mempersiapkan diri dengan kedisiplinan tinggi, baik secara fisik maupun ilmu pengetahuan, kebetulan Hargianto sangat menyukai pelajaran Matematika.
Lulus SMA pada tahun 1984, Hargianto mendaftarkan diri menjadi calon AKABRI di Jambi.
Subhanallah, Alhamdulillah, Puji Tuhan, Hargianto diterima menjadi TARUNA AKABRI di Magelang Jawa Tengah hingga takdir menentukannya menjadi seorang PELAUT TENTARA ANGKATAN LAUT REPUBLIK INDONESIA dan melanjutnya pendidikan di Kota Surabaya Jawa Timur hingga lulus tahun 1987.
Hargianto beberapa kali dipercaya menjadi Komandan Kapal Perang, bahkan menjadi Komandan Kapal Perang Teladan.
Sebuah kebanggaan tersendiri dan merupakan kehormatan dalam menjaga kedaulatan Indonesia hingga berkeliling dunia menunaikan tugas negara.
Suatu saat, Hargianto mendapat perintah untuk merapatkan Kapal Perang yang gagah perkasa masuk ke Sungai Batang Hari di Jambi.
Ternyata menjadi sebuah kejadian yang langka, ketika seorang Letkol Hargianto, Komandan Kapal Perang dapat mengajak kedua orang tuanya menaiki Kapal Perang di Sungai Batang Hari Jambi.
Tentu bukan hanya Ayahanda dan Ibundanya saja, sanak saudara, kerabat, supir oplet, anak-anak sekolah, pegawai pemerintahan dan masyarakat umum diijinkan secara bergiliran menaiki Kapal Perang.
Menurut Hargianto, ini sebagai morivasi bahwa Seorang Stokar Oplet bisa menjadi Komandan Kapal Perang.
Hingga saatnya Hargianto mendapat anugerah menjadi Laksamana Pertama yang dipercaya Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) menjabat sebagai Komandan Pangkalan Utama/Danlantamal II, yang membuktikan bahwa seorang kenek angkot dapat menjadi Jenderal.
Kini kenek angkot yang jadi Jenderal sudah purna tugas, namun tidak menghentikan perjuangan hidupnya, sejak tahun 2023 memulai usaha membuka Restaurant Lapau Pangeran Mudo yang memberikan peluang kerja bagi sesama.
*) Penulis adalah Istri Laksma TNI (Purn) Hargianto, Eki, Reza, Kalingga dan Ambun – Pengurus Pimpinan Pusat Pemuda Panca Marga (PP PPM).