Penulis : PakDhe Pras
Kolom Kopi — Dimasa lalu, ada tebak-tebakan “siapa yang bisa menggosok gigi sambil bersiul ?”. Alam pikir ketika itu, tentu mengarah pada hal yang tidak mungkin.
Menggosok gigi bisa sambil bersiul ? sepertinya memerlukan keahlian tersendiri.
Namun saat mendapatkan jawaban, hanya orang ompong-lah yang bisa menggosok gigi (palsunya) sambil bersiul, barulah menemukan esensinya, bahwa bergigi palsu-pun (ompong) masih dapat menikmati keindahan, karena bersiul bagi sebagian orang adalah tanda sedang merasakan kebahagiaan.
Sementara menurut orang asing, palsu adalah kesalahan (false), tetapi menurut pakdhe, tidak sepenuhnya seperti itu, bisa saja ada unsur yang sebaliknya. Semua tergantung bagaimana kita memahami dan menyadari seberapa besar tingkat kemanfaatan yang dirasakan.
Misalnya, kendaraan bermotor memaksa harus membawanya ke bengkel, karena bermasalah. Muncul pertanyaan montir “mau onderdil yang ori (asli) atau yang bukan ori (palsu)”, secara reflek kita akan balik bertanya “yang ori harganya berapa dan yang palsu ?” masih berlanjut lagi dengan pertanyaan “kira-kira yang tidak ori (palsu) bisa bertahan berapa lama ?”.
Dialog yang hanya untuk mengulur waktu, sambil kepala melayang berhitung ukuran kantong, hingga pada sebuah keputusan “lantak-lah, yang palsu-pun jadi”, selain ongkosnya lebih murah, yang penting masih dapat dipergunakan.
Kejadian diatas tentu tidak merugikan siapapun, karena sepenuhnya untuk kepentingan sendiri dan belum ada undang-undang yang mengatur bahwa kendaraan dengan onderdil palsu akan kena denda tilang.
Anggapan umum dan menjadi biasa, persoalan membuat sesuatu yang tidak ori (palsu) tetapi mirip dengan aslinya, adalah salah satu keahlian kita.
Keaslian memang menjadi sangat mahal jika dibandingkan dengan kepalsuan, karena Allah SWT menciptakan gigi (asli), misalnya, beserta seluruh organ tubuh manusia lainnya secara ghaib dengan tingkat akurasi sempurna dan paripurna, serta lebih pada aspek kemanfaatan bagi setiap ciptaanNya yang diturunkan ke muka bumi. Sementara kepalsuan adalah rekayasa, selain untuk menjaga penampilan dapat juga demi penghematan biaya, penghematan waktu dan demi kesempatan.
Selama tidak merugikan siapapun (sekali lagi), siasat hemat adalah langkah tepat dan menggunakan sesuatu yang tidak ori (palsu) bukan menjadi permasalahan yang berarti.
Jadi kalau pakdhe memakai parfum tidak ori (palsu) tidaklah salah, selow saja, toh keharumannya tidak jauh berbeda dengan yang asli dan percayalah aromanya akan tetap bertahan lama, selama pakaian tidak dicuci dan pakdhe tidak mandi.
*Penulis adalah penikmat Kopi – Senin, 15 Maret 2021