Penulis : Wiwin Erni Siti Nurlina *)
Artikel ini berisi uraian tentang menulis kata-kata bahasa Jawa dengan pedoman ejaan yang
benar, yaitu Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan (EBJHLYD) . Seringkali kita berhadapan dengan tulisan-tulisan yang kurang tepat, seperti menulis kata-kata yang ora apa-apa ditulis ora opo-opo atau ra popo.
Adanya fakta tersebut, muncul pemikiran bahwa penulisan kata-kata itu tidak mengikuti kaidah ejaan. Artinya, penulisan kata-kata seperti itu tidak sesuai dengan kaidah ejaan yang benar.
Kata-kata dalam bahasa Jawa dapat membingungkan, antara ucapan dan tulisannya. Untuk
kata iya, jika dituliskan iyo/iya yang maknanya sama. Namun, jika kata loro ‘dua’ dan lara
‘sakit’ itu berbeda maknanya.
Uniknya bahasa Jawa dapat dikatakan bahwa “pola pikir” orang Jawa yang terkandung dalam leksikon (kata) bahasa Jawa menunjukkan bahwa bahasa Jawa kaya akan kata-kata yang bentuknya variatif.
Hal itu mencerminkan bahwa orang Jawa memiliki pola pikir yang teliti dan tepat dalam mengungkapkan/memaknai suatu konsep. Sehubungan dengan hal ini, diinformasikan kepada masyarakat (khususnya generasi muda) bahwa apabila merasa bingung dalam menulis kata Bahasa dalam Bahasa Jawa, dapat dilihat kaidah penulisan pada buku Ejaan Bahasa Jawa Aksara Latin (terbitan Kanisius). Kesalahan yang paling sering terjadi di masyarakat ialah penulisan kata-kata bahasa
Jawa yang menggunakan huruf a atau o, yang biasanya terdapat pada spanduk, papan nama,
kaos, dan tas souvenir. Kata-kata berikut dapat dicermati.
Benar Salah
apa opo
Iya/ya iyo/yo
padha-padha podho-podho
sapadha-sapadha sapodho-sapodho
kuwasa kuwoso
prakosa prakoso
saiyeg saeko proyo saiyeg saeko proyo
mata moto
kersa kerso
rosa roso
Di beberapa restoran, kata mangga dhahar ‘silakan makan’ tertulis monggo dahar. Ada juga kecap yang di botolnya tertulis Kecap Cap Eco. Kata eco seharusnya ditulis eca.
Berbeda dengan penulis penulisan nama orang, penulisan a atau o pada nama orang tergantung pada pemilik nama yang bersangkutan (akte, perda), apakah akan menggunakan a atau o, begitu juga dengan nama tempat, gunung, sungao
Wanasari — Wonosari
Purworeja — Purworejo
Sulistya — Sulistyo
Saptana — Saptono
Sala — Solo
Bagawanta — Bogowonto
Ada juga kata-kata yang sering digunakan di teks lagu Jawa atau campursari penulisannya tidak benar, seperti kata reneya ‘kemarilah’, penulisan yang benar ialah renea. Akhilan –a tidak ditulis -ya/-wa . Kata baliya ‘pulanglah’, janjiya ‘berjanjilah’, metuwa ‘keluarlah’ seharusnya ditulis balia, janjia, metua.
Bagaimanakan dengan penulisan kata mbiyen utawi biyen? Sering kita lihat tulisan yang diberi tambahan /m/ di depan kata.. Hal itu biasanya terdapat pada kata yang dimulai dengan huruf b, d, j, g.
Salah Benar
jaman mbiyen jaman biyen (zaman dahulu)
ing mBali ing Bali (di Bali)
ing ndalan ing dalan (di jalan)
ing njaba ing jaba (di luar)
bocah nggunung bocah gunung (di gunung)
Fonem /m/ itu hanya untuk melancarkan pengucapannya. Jadi suara [m] pada kata Bali, biyen dan suara [n] pada kata dalan, jaba; [ng] tidak dituliskan.
*) Penulis adalah Peneliti senior di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) – Kepakaran Linguistik – Berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)